Rabu, 23 Mei 2012

Panci Bubur Ajaib - Dongeng Rakyat Swedia


Ini kisah tentang panci bubur tua. Suatu hari, tepat sebelum Natal, petani tua miskin dan istrinya ingin menjual sapi terakhir mereka karena mereka sudah tidak punya uang dan tidak ada makanan di lemari. Akhirnya sang petani menjual sapinya. 


Ketika petani itu berjalan dengan sedih bersama sapinya, dia bertemu laki-laki kecil yang sangat aneh. Laki-laki itu berjanggut putih panjang. Janggutnya panjang sekali sampai menyentuh jari-jari kakinya yang telanjang. Dia memakai topi hitam besar sehingga hanya cahaya matanya saja yang terlihat. Laki-laki tua itu membawa panci bubur yang sangat tua.

‘Sapi yang bagus,’ ujar laki-laki kecil yang aneh itu. ‘Apa sapi ini dijual?
‘Ya,’ ujar petani itu.
‘Aku akan membeli sapimu,’ ungkap laki-laki kecil aneh itu sambil meletakkan panci buburnya dengan suara berdentum. ‘Aku akan memberi panci bubur ini sebagai ganti sapimu!’.
Petani itu melihat panci bubur yang sangat tua itu, lalu dia melihat sapinya yang bagus. Namun saat dia hendak mengatakan, ‘Tidak boleh!’ terdengar suara bisikan, ‘Bawa aku, Bawa aku !’
Petani itu menggelengkan kepalanya. Menjadi miskin saja sudah cukup buruk, apalagi kalau dia harus mendengar suara-suara aneh. Ketika dia membuka mulutnya lagi untuk mengatakan, ‘Tidak boleh !’ terdengar suara itu lagi. ‘Bawa aku ! Bawa aku’
Dia langsung tahu, panci itu pasti panci ajaib, dan harus segera dia dapatkan. Karena itu dia segera berkata pada laki-laki kecil aneh itu, ‘Boleh !’ dan dia menyerahkan sapinya. Dia membungkuk untuk mengambil panci itu dan ketika dia mendongak, laki-laki kecil aneh itu sudah lenyap.
Petani itu tahu bahwa dia akan sulit menjelaskan pada istrinya alasan dia menukar sapi berharga mereka dengan panci bubur yang sangat tua itu.
Tentu saja istrinya marah dan mulai mengeluarkan kata-kata yang sangat kasar, tapi kemudian panci itu bersuara.
‘Bawa aku ke dalam dan bersihkan lalu gosoklah, maka kamu akan melihat keajaiban yang akan kamu lihat !’
Istri petani itu terkejut, tapi dia mengikuti permintaan si panci. Dia mencuci panci itu luar-dalam, kemudian menggosoknya sampai mengkilat seperti panci baru. Segera setelah dia selesai, panci itu meloncat dari meja, langsung menuju pintu. Petani dan istrinya duduk terdiam di dekat perapian. Mereka tidak punya uang, tidak punya sapi, tidak punya makanan, dan bahkan sekarang mereka kehilangan panci ajaib itu.
Di ujung jalan rumah petani miskin itu, hiduplah seorang laki-laki kaya. Dia sangat egois dan menghabiskan seluruh waktunya  dengan makan makanan yang enak dan menghitung uangnya. Pelayannya banyak, termasuk seorang koki yang sedang membuat puding Natal di dapur. Puding itu berisi buah prem, kismis, almond dan makanan enak lainnya. Puding itu sangat besar sehingga tidak ada panci yang muat untuk memasaknya. Tepat pada saat itu panci bubur tersebut muncul di pintu.

‘Syukurlah!’ seru si koki. “Sang peri pasti mengirim panci ini untuk menampung pudingku,” dan dia memasukkan pudding itu ke dalam panci, si panci langsung berlari keluar pintu. Koki itu menjerit, tapi pada saat kepala pelayan, pelayan laki-laki, pelayan ruang tamu, dan anak laki-laki yang menyalakan pemanggang terburu-buru masuk ke dapur, panci itu sudah hilang dari pandangan.
Panci bubur itu sudah berjalan menuju rumah si petani miskin. Petani dan istrinya senang melihat panci itu lagi, bahkan makin senang saat melihat puding yang lezat di dalamnya. Istri petani memasaknya dan puding itu baru habis setelah tiga hari. Mereka pun bisa merayakan Natal yang indah, sementara panci bubur tua itu teronggok di dekat perapian.
Musim semi tiba, panci bubur itu masih teronggok di dekat perapian. Suatu hari, tiba-tiba panci itu mendekati istri petani dan berkata, ‘Bersihkan dan gosok aku, maka kamu akan melihat keajaiban.’
Istri petani pun menggosok panci itu sampai berkilauan seperti panci baru. Setelah selesai digosok, panci itu langsung melompat dari meja, dan keluar lewat pintu.
Kamu masih ingat orang kaya yang senang sekali menghitung uangnya, kan ? Saat ini laki-laki itu sedang duduk di ruangan besar, dengan tumpukan keping emas dan keping perak di meja, dan berkantong-kantong besar penuh keping di lantai dekat kakinya. Dia sedang mencari wadah untuk menyembunyikan uangnya saat panci itu tiba. Sang koki takut sekali dimarahi orang kaya itu sehingga dia tidak melaporkan bahwa panci itu telah mencuri puding Natal. Ketika melihat panci itu, laki-laki kaya itu senang.
"Syukurlah!" serunya, „Sang peri pasti telah mengirim panci ini tepat pada waktunya untuk wadah uangku,“ dan dia memasukkan beberapa kantong uang ke dalam panci itu. Segera setelah kantong-kantong uang jatuh ke dasar panci dengan suara bergemerincing nyaring, panci itu melompat keluar lewat pintu. Orang kaya itu berteriak dan menjerit, tapi pada saat kusir, kepala pelayan dan anak laki-laki pengurus kandang kuda berlari ke ruangan besar itu, panci itu sudah lenyap.

Panci itu berjalan menuju rumah petani miskin. Petani dan istrinya sangat senang melihat panci itu lagi, bahkan makin senang saat melihat berkantong-kantong keping emas dan keping perak. Uang itu cukup untuk membiayai seluruh hidup mereka, bahkan bisa dipakai untuk membeli sapi baru.
Dan panci bubur yang sangat tua itu teronggok dekat perapian selama setahun yang panjang. Kemudian, suatu hari, panci itu tiba-tiba berjalan keluar lewat pintu. Panci itu berjalan menyusuri jalan, lalu menghilang. Dan petani dan istrinya tidak pernah melihat panci itu lagi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar